Minggu, 26 Juni 2011

HAKEKAT PECINTA ALAM

HAKEKAT PECINTA ALAM


FRESH YOUR LOVE  to  FRESH YOUR LIFE


“Cinta menghilangkan segala rasa sakit”

Kala cinta sudah melekat, wow semua terasa indah. Bunga bunga bermekaran. Kupu kupu beterbangan. Hati berbunga bunga. Jiwa menggelora. Semua rasa sakit hilang musnah. Semua kesulitan terasa mudah. Rasa lelah jadi anugerah. Kegundahan hilang sudah. Semua indah. Itulah cinta.


Pada mulanya Cinta…………
Semua berangkat dari ZERO. Nol. Demikian juga cinta, menurut Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, orang yang bercinta sesungguhnya memiliki tendensi atau tujuan dasar berikut ini, yakni:

  1. Manusia mencintai dirinya sendiri. Apapun yang dilakukan “dalam rangka cinta” sejatinya adalah untuk kepentingan “egoisme” pribadi. Karena ada harapan agar “kembali” kepada pelakunya. Misal kita cinta ortu agar ortu pun sayang  sama kita.

  1. Tabiat manusia mencintai yang berbuat baik kepadanya. Ada aksi ada reaksi. Interpedensi. Gayung bersambut. Begitu ada kebaikan datang ada dorongan kita untuk melakukan “balasan” terhadap kebaikan itu. Cuma bentuknya berbeda, bisa sama, lebih kecil atau lebih besar.

  1. Bila dasarnya baik, layaknya untuk di cintai, Fitrah. Manusia normal cenderung cinta pada hal hal baik, indah, menyenangkan, menimbulkan “sensasi” kenikmatan. Di sini cinta bicara. Ketika ada barang baik, hal baik, manusia cenderung tertarik dan ada rasa untuk “memiliki”.

Cinta = Belajar Berarti

DAHSYATKAN CINTAMU
Banyak perubahan besar di dunia di bangun karena rasa cinta. Peradaban manusia menjadi benar benar beradab bila ada cinta. “Kalau cinta dan kasih sayang sudah tertegak, maka di dunia ini tidak perlu lagi undang undang”, kata Syaikh DR. Yusuf Qaradhawi dalam kitab Al Iman wal Hayat.
Benar. Cinta nan dahsyat. Di sebabkan oleh CINTA, kita memiliki motivasi yang dahsyat untuk melakukan kebaikan dan meraih kebahagiaan.

·         Inspiratif : Melahirkan gagasan besar. Pikiran besar Gagasan Besar, Karya besar, Sejarah besar. Jangan sampai mati tanpa cinta dan tanpa meninggalkan jejak jejak sejarah dalam hidup kita. Cinta meng-INSTALL orang orang besar untuk melahirkan karya terbesar. Cinta Rasul pada umatnya ummatii…..ummatii…ummatii…. mengantarkan beliau jadi manusia paripurna yang benar benar ingin memperjuangkan umatnya keluar dari kegelapan menuju cahaya. Cinta Abu Hurairah menginspirasi bakti pada ibunda agar bersama reuni di surga.

·        Inovatif : Selalu Berusaha Lebih Baik. “Winner play to win, survivor play to not lose…..” Pemenang berpikir untuk selalu menang, sedang pecundang hanya untuk mempertahankan diri. Bertanyalah pada diri kita sendiri setiap hari, “bagaimana saya dapat bekerja dengan lebih baik?”
·        Positif : Memandang dengan Husnuzhon Thinking. Hapuskan dari kamus anda kata kata negative seperti “tidak mungkin”, “tidak akan berhasil”, “tidak dapat di kerjakan”, “tidak ada gunanya mencoba” dari pikiran dan kosa kata pembicaraan kita. Bahasa adalah potret peradaban. Bahasa adalah budaya. Cara berbahasa seseorang menunjukkan kepribadiannya. Redaksi mempengaruhi cara.

·        Progresif. Sudahkah hari ini kita lebih baik dan lebih baik lagi? Apakah kita bekerja dengan lebih maju? Meninggalkan kualitas secara progresif. Mengubah dari kerja okol menjadi kerja akal. Mengubah kerja otot menjadi kerja otak. Bagaimana kita selalu menambahkan keunggulan demi keunggulan dalam setiap waktu. Inilah cara berpikir maju.


·        Kreatif : Menemukan Cara Paling Tepat untuk Dahsyat. Orang belajar menurut Bobbi de Porter dalam Quantum Teaching adalah keberanian keluar dari zona aman. Berani menerima hal baru, bereksperimen dan siap untuk gagal. Nabi Muhammad ketika Hijrah, sadar bahwa para pengejar akan melewati jalan biasa. Beliau atur strategi memutar, meski demikian masih terkejar, maka setelah semua usaha benar, kepada Allah lah kita bersandar. Umar bin Khathab usul mengumpulkan Al-Qur’an. Saat banyak sahabat qari’ Al-Qur’an, syahid dalam perang Yamamah hingga 70 orang syuhada.


Kini BUKTIKAN CINTAMU

·   Belajar untuk menjadi BESAR
·   Gunakan Waktu untuk Kebaikan
·   Bekerjalah untuk Dunia dan Akheratmu


·   Kerja Ikhlas    à kecerdasan spiritual
·   Kerja Mawas  à kekuatan emosional
·   Kerja Cerdas  à kecermatan intelektual
·   Kerja Keras    à kemampuan fisik
·   Kerja Tuntas  à  kejelian manajerial
·   Kerja Puas      à tanggung jawab moral


Cinta = Harapan
Harapan adalah bagian dari rahmat Allah. Impian kita hari ini akan menjadi kenyataan di esok hari “Kalau bukan karena harapan, tentu tak seorangpun petani mau menanam, tak seorangpun ibu mau menyusui anaknya”


Pencinta alam atau Petualang ?

Dua nama, pencinta alam dan petualang seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak ada hubungan satu sama lainnya. Dalam KBBI,
pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi dsb.
Dengan demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam. Dilain pihak, perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang dijalankan. Seorang pencinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat dengan aktivitas-aktivitas Adventure-nya seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai medianya.
Kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam di negeri ini semakin parah dimanakah pencinta alam?
begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam sebagai medianya. Bahkan Tak jarang aktivitas “mereka” berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme. Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka. keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai petualang pun tidak.

Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan, dengan demikian banyak diantara para “pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat.

Ingatlah hai engkau penjelajah alam :

1. Take nothing, but pictures [jangan ambil sesuatu kecuali gambar]
2. Kill nothing, but times [jangan bunuh sesuatu kecuali waktu]
3. Leave nothing, but foot-print [jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak kaki]
    dan senantiasa ;
1. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
2. Percaya kepada kawan [dalam hal ini kawan adalah rekan penggiat dan
    peralatan serta perlengkapan, tentu saja juga harus dibarengi bahwa diri kita
    sendiri juga dapat dipercaya oleh “teman” tersebut dengan menjaga, memelihara
    dan melindunginya]
3. Percaya kepada diri sendiri, yaitu percaya bahwa kita mampu melakukan segala
    sesuatunya dengan baik.

Sejarah Pencinta Alam Serta Perkembangannya

Apabila sejenak kita merunut dari belakang, sebetulnya sejarah manusia tidak jauh jauh amat dari alam. Sejak zaman prasejarah dimana manusia berburu dan mengumpulkan makanan, alam adalah "rumah" mereka. Gunung adalah sandaran kepala, padang rumput adalah tempat mereka membaringkan tubuh, dan gua-gua adalah tempat mereka bersembunyi. Namun sejak manusia menemukan kebudayaan, yang katanya lebih "bermartabat", alam seakan menjadi barang aneh. Manusia mendirikan rumah untuk tempatnya bersembunyi. Manusia menciptakan kasur untuk tempatnya membaringkan tubuh, dan manusia mendirikan gedung bertingkat untuk mengangkat kepalanya.
Manusia dan alam akhirnya memiliki sejarahnya sendiri-sendiri. Ketika keduanya bersatu kembali, maka ketika itulah saatnya Sejarah Pecinta Alam dimulai :
Pada tahun 1492 sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthonie de Ville mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 m), dikawasan Vercors Massif. Saat itu belum jelas apakah mereka ini tergolong pendaki gunung pertama. Namun beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebing-tebing batu di Pegunungan Alpen adalah para pemburu chamois, sejenis kambing gunung. Barangkali mereka itu pemburu yang mendaki gunung. Tapi inilah pendakian gunung yang tertua pernah dicatat dalam sejarah. Di Indonesia, sejarah pendakian gunung dimulai sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan "Pegunungan sangat tinggi di beberapa tempat tertutup salju" di Papua. Nama orang Eropa ini kemudian digunakan untuk salah satu gunung di gugusan Pegunungan Jaya Wijaya yakni Puncak Cartensz. Pada tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama yang dicapai manusia adalah puncak Mont Blanc (4807 m) di
Prancis. Lalu pada tahun 1852 Puncak Everest setinggi 8840 meter ditemukan. Orang Nepal menyebutnya Sagarmatha, atau Chomolungma menurut orang Tibet. Puncak Everest berhasil dicapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu ekspedisi Inggris. Sejak saat itu, pendakian ke atap-atap dunia pun semakin ramai.

Di Indonesia sejarah pecinta alam dimulai dari sebuah perkumpulan yaitu "Perkumpulan Pentjinta Alam"(PPA). Berdiri 18 Oktober 1953. PPA merupakan
perkumpulan Hobby yang diartikan sebagai suatu kegemaran positif serta suci, terlepas dari 'sifat maniak'yang semata-mata melepaskan nafsunya dalam corak negatif. Tujuan mereka adalah memperluas serta mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggotanya dan masyarakat umumnya.
Sayang perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1960. Awibowo adalah pendiri satu perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air mengusulkan istilah pencinta alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gemar/suka yang mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?."
Sejarah pencinta alam kampus pada era tahun 1960-an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri, diilhami oleh organisasi
pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja.
Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu Herman O. Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam. Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum, yaitu Drs.
Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor politis selain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi.

Dalam tulisannya di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe mengatakan bahwa :
“Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan
mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan
almamaternya.

Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik” Para mahasiswa itu, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, membuang energi mudanya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung.

Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang beranggotakan
para mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup.

Sejak itulah pecinta alam pun merambah tak hanya kampus (Kini, hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat universitas maupun fakultas hingga jurusan), melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampungkampung. Seakan-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah merasa sebagai pecinta alam.
Konsekuensi yang harus dihadapi dari sebuah konsistensi

Banyak memandang sebelah mata pada organisasi ini dan terkadang mengatakan bahwa kegiatannya hanya bersifat hura-hura yang menghabiskan uang. Suara itu semakin keras terdengar bila ada pemberitaan mengenai kecelakaan yang dialami oleh anggota Mapala pada waktu melakukan kegiatan di alam.

Dalam sebuah diskusi (mengutip dalam artikel Kompas, Minggu 29 Maret 1992) kegiatan Mapala dapat dikategorikan sebagai olahraga yang masuk ke dalam kaliber sport beresiko tinggi. Kegiatannya meliputi mendatangi puncak gunung tinggi, turun ke lubang gua di dalam bumi, hanyut berperahu di kederasan jeram sungai deras, keluar masuk daerah pedalaman yang paling dalam dan lainnya. umumnya kegiatan Mapala berkisar di alam terbuka dan menyangkut  lingkungan hidup. Jenis aktifitas meliputi pendakian gunung (mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), pengarungan arus liar(rafting), penghijauan dan lain sebagainya.
Tak ayal lagi bahwa kegiatan ini beresiko tinggi dan setiap anggotanya harus memahami konsekuensi resiko yang dihadapi dengan bergabung dengan organisasi ini. Resiko yang paling berat adalah cacat fisik permanen dan bahkan kematian. Untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi resiko yang tinggi ini, dibutuhkan kesiapan mental, fisik dan skill yang memadai. Berbagai macam latihan dan pengalaman terjun langsung ke alam dapat meminimalisir resiko yang akan dihadapi. Tapi, diluar semua itu masih ada yang lebih berwenang untuk menentukan hidup dan mati seseorang.


Apa yang diharapkan dengan mengikuti sebuah organisasi bernama AKAR KOPASIS?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar